Seorang teman akrab saya, pintar, sukses dan kaya. Hidupnya penuh keberuntungan, dan sepertinya hidupnya tidak pernah punya permasalahan.
Orangnya sangat simpatik dalam pergaulan, sangat loyal kepada perkawanan, tidak pernah menolak untuk menolong temannya yang dalam kesulitan, sepertinya bagi dia menolong setiap orang temannya atau bukan temannya tidak pernah menjadi masalah baginya.
Saya sendiri sudah tak tertolong banyaknya dibantu oleh dia. Sehingga kadang-kadang saya malu untuk minta bantuan lagi, tapi karena kesulitan hidup berkali-kali saya terpaksa minta tolong dia lagi. Dan selalu saja dia memberikan bantuan tanpa banyak cincong.
Hal itu bukan saja terhadap saya yang memang teman akrabnya semenjak SD tetapi juga terhadap teman-teman yang lain, apalagi terhadap sanak familinya, tangannya selalu terbuka.
Dan yang hebatnya lagi dia selalu memberikan bantuan itu dengan tulus, dengan senyum tanpa pernah menunjukkan keberatan dan memberi nasehat seperti kalau kita meminta bantuan dengan teman yang lain ataupun ketika kita meminta bantuan dengan sanak famili.
Jangan tanya dalam hal membantu anak yatim ataupun dalam membantu pembangunan masjid dan musholla, dia dikenal dimana-mana sebagai donatur yang selalu terbuka memberikan bantuan.
Hanya saja …… teman akrab saya itu belum menjalankan perintah agama dengan tertib dan taat. Shalatnya kadang-kadang saja. Kalau puasa ramadhan, hanya dihari pertama dan dihari terakhir saja. Tapi, dalam soal zakat dia sangat taat.
Yang lain lagi hidupnya glamour dari pelukan perempuan yang satu kepelukan perempuan yang lain Dalam soal ini istermya cukup makan hati. Namun keharmonisan keluarga dan rumah tangganya terpelihara. Karena pada akhirnya loyalitasnya adalah pada istri dan rumah tangganya.
Bila hal itu saya singgung kepadanya, dengan serius dia menjawab : “Sabar sobat, sekarang saya lagi muas-muasin kehidupan. Kapan lagi kita menikmati hidup, dimasa muda ini kan?
Nanti, kalau umur saya udah 45 tahun, saya akan pergi haji, dan belajar agama dengan serius, sehingga diumur 50 tahun nanti saya sudah boleh menyandang kiyai haji, dan saat itu saya akan punya pesantren sendiri. Pendeknya, akhir hidupku nanti khusnul khatimah!”, demikian jawabannya berulang-ulang kepada saya. bila menyinggung gaya hidupnya.
Empat bulan yang lalu teman akrab saya itu meninggal dunia mendadak, karena kecelakan lalu lintas di jalan tol. Umurnya baru 39 tahun. Saya menangisi kematiannya.
Saya menangis karena saya sedih, cita-citanya untuk kiyai haji, untuk punya pesantren sendiri, untuk khusnul khatimah sepertinya tidak tercapai. Betulkah demikian ustadz?
Sebaliknya, saya punya paman adalah seorang yang sangat alim, yang disaat menginjak umur 60 tahun terkena berbagai penyakit, dimulai dengan diabetes, kemudian berkembang menjadi komplikasi ke jantung dan ginjal.
Beliau sempat sakit hampir 6 tahun. Penyakitnya menahun, dan pada waktu akhir-akhir dari kehidupannya, beliau begitu takut kepada kematian dan sepertinya tidak terima, kenapa orang yang sebaik dia, sealim dia, diberikan cobaan hidup yang begitu berat dengan berbagai penyakit?
Ketika beliau meninggal dunia saya juga menangis, saya khawatir beliau tidak khusnul khatimah, karena dimasa-masa akhir kehidupannya dia begitu takut dengan kematian, dan sepertinya tidak bisa menerima atas takdir Allah SWT yang ditimpakan kepadanya.
Saya takut jangan sampai beliau berburuk sangka kepada Allah SWT. Dan hal itu dengan takut-takut pernah saya ingatkan kepada beliau. Dan saya lihat beliau hanya terdiam, kalau hal itu saya ingatkan.
Dalam keadaan yang demikian beliau meninggal dunia, adakah beliau mendapatkan khusnul khatimah?
Jawaban:
Khusnul khatimah, maknanya adalah mengakhiri hidup dengan baik. Yaitu mengakhiri hidup dalam ketaatan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
Secara logika agama Islam itu mudah sekali, yang penting itu adalah mengakhiri hidup dengan khusnul khatimah. Apakah sepanjang hidupnya yang lain tidak taat, tidak takwa tidak jadi soal. Karena itu memang banyak orang Islam berkata, . …”nanti kalau saya udah tua….saya akan taat”.
Almarhum Prof. Mr Kasman Singodimejo, pernah berkata : “Dalam Islam itu yang penting matinya khusnul khatimah. Hidupnya sebelumnya bejat, nggak jadi soal. Yang penting matinya khusnul khatimah. Tapi masalahnya, tahukah saudara, kapan saudara akan mati?
Kalau saudara tahu: ya boleh saja mengumbar kehidupan semaunya, begitu tiga tahun lagi akan meninggal dunia, langsung hidupnya taat sehingga mendapat khusnul khatimah. Tapi … masalahnya saudara kan tidak tahu kapan saudara mati!
Supaya saudara mati dalam keadaan khusnul khatimah. maka hendaklah hidup dalam taat dan takwa. Karena hanya dengan itu ada jaminan saudara akan mati dalam keadaan khusnul khatimah!”
Lebih lanjut Pak Kasman memberi contoh : “Seperti mahasiswa, yang paling beruntung itu tidak belajar, tapi lulus. Yang normal itu tidak belajar, ya tidak lulus. Yang normal itu belajar dan lulus. Yang malang itu, belajar tapi tidak lulus. Supaya lulus, yang normal ialah dengan belajar. Karena itu mahasiswa yang mau lulus tentulah harus belajar!”.
Nah,…. seperti teman saudara penanya, ternyata maut menjemputnya disaat dia masih jauh dari umur45 tahun. Apakah dia khusnul khatimah? Wallahu alam, karena hal itu adalah, tergantung kepada Allah SWT. Hanya dari sudut zahirnya, seperti saudara penanya katakan teman itu adalah seorang yang tidak taat dan tidak takwa.
Mengenai paman yang alim, insya Allah beliau mengetahui bahwa setiap orang yang beriman itu akan mendapat ujian. Para nabi dan para rasul saja mendapat berbagai ujian yang berat-berat, dan diantaranya berupa ujian penyakit berat yang menahun.
Bahwasanya orang takut kepada mati adalah wajar. Bahwasanya orang mengeluh ketika mendapat musibah juga adalah normal. Sepanjang ketakutan kepada mati dan keluhan terhadap musibah tidak sampai meninggalkan perintah dan larangan Allah SWT serta tidak berburuk sangka kepada Allah SWT dan takdir-Nya, insya Allah masih berada dalam koridor yang dibolehkan.
“Orang mukmin” itu kata Rasulullah SAW adalah beruntung : “Mereka syukur ketika mendapat nikmat dan sabar ketika mendapat musibah” (HR Imam Muslim) Mudah-mudahan kita semua begitu. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar