"Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya."
Tentu tidak enak ketika kita menghadapi ejekan atau hinaan, apalagi di depan banyak orang. Ada seorang mantan murid saya yang mendapat penghinaan di depan teman-temannya, dilakukan oleh dosen di kampus tempat ia belajar sebelumnya. Ia merasa terhina, harga dirinya hancur, dan ia memutuskan untuk keluar dari kampus itu. Tetapi setelah keluar pun, ia masih merasakan dampak dari hinaan itu. Ia menjadi sulit percaya diri, ragu akan kemampuan diri sendiri. Saya mencoba untuk menaikkan kepercayaan dirinya, karena dari apa yang saya lihat, ia sebenarnya punya potensi bagus dan mampu menangkap pelajaran dengan baik. Sayangnya tampaknya usaha saya tidak berhasil sukses. Ia tiba-tiba saja menghilang dari kampus dan tidak lagi mau meneruskannya karena merasa tidak mampu. Benarkah ia tidak mampu? Saya yakin ia mampu. Ada banyak yang jauh lebih sulit menangkap pelajaran dari dirinya tapi mereka mampu lulus. Tapi ia sudah terlanjur down, dan pengaruhnya terasa hingga saat ini. Saya tidak bisa memaksanya, meski saya sangat menyayangkan keputusannya.
Ada begitu banyak kasus dimana orang menjadi sulit tumbuh setelah mendapat ejekan atau hinaan. Bahkan tidak jarang ada yang mengalami hinaan dari anggota keluarganya sendiri dan itu dialami selama bertahun-tahun. Tumbuh bersama ejekan. Di rumah diejek, di sekolah di "bully", di luar pun demikian. Mereka-mereka ini biasanya akan memiliki kepribadian yang rendah diri, mengasingkan diri dari siapapun, atau mungkin dalam beberapa kasus akan menunjukkan sikap ekstrim yang kasar sebagai kompensasi pukulan-pukulan yang mereka terima secara mental. Suami menghina istrinya, itu pun sering terjadi, atau sebaliknya. Bodoh, miskin, lemah, dan sebagainya. Terkadang hinaan bisa keluar secara spontan, yang menghina sudah lupa, tapi yang dihina bisa merasakan dampaknya dalam waktu lama dan tidak jarang mengakibatkan kepahitan.
Sayangnya kita tidak bisa selamanya mengindari hal ini. Setiap saat ada saja orang-orang yang dengan tega mengeluarkan kata-kata hinaan yang menyakiti diri kita. Alkitab mencatat demikian: "Yang terutama harus kamu ketahui ialah, bahwa pada hari-hari zaman akhir akan tampil pengejek-pengejek dengan ejekan-ejekannya, yaitu orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya." (1 Petrus 3:3). Memang, menjelang kedatangan Kristus untuk kedua kalinya, kita akan semakin sering berhadapan dengan pengejek-pengejek yang tampil secara nyata dimanapun. Saya hendak fokus hanya kepada cara untuk mengatasi kehancuran diri kita dari dalam akibat menerima hinaan. Dalam 1 Petrus 3:3 itu kita melihat bahwa ejekan keluar dari hati orang-orang yang hidup menuruti hawa nafsunya. Dan ini memang sebuah ciri khas atau gaya hidup banyak orang menjelang akhir zaman. Sulit bagi kita untuk menghindari hinaan, namun kita bisa membentengi diri kita agar efeknya jangan sampai menghancurkan hidup kita.
Pertama-tama, mari kita mencermati bahwa kita diciptakan Tuhan bukan kebetulan. Tuhan punya rencana yang besar dengan menciptakan kita. Daud begitu puitis menggambarkan keindahan penciptaan manusia oleh Tuhan. "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:13-14). Dalam Yesaya kita pun bisa membaca: "Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku." (Yesaya 49:16). Begitu indahnya Tuhan menciptakan manusia. Ia mempedulikan kita, mengasihi kita, bahkan hingga menganugrahkan anakNya yang tunggal demi keselamatan kita. (Yohanes 3:16). Menyadari hal itu, kita hendaknya bisa tetap kuat ketika menghadapi ejekan dan hinaan. Di mata Tuhan, kita berharga. Daud berkata "Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun TUHAN menyambut aku." (Mazmur 27:10). Yang terpenting bukan pandangan manusia yang seringkali menjatuhkan melainkan pandangan Tuhan yang akan selalu menyambut diri kita dengan penuh sukacita.
Kemudian kita pun harus ingat agar jangan menyimpan ejekan atau hinaan itu sampai membusuk dalam hati dan menimbulkan kepahitan atau ketidakpercayaan diri. Amsal Salomo mengingatkan "Bodohlah yang menyatakan sakit hatinya seketika itu juga, tetapi bijak, yang mengabaikan cemooh." (Amsal 12:16). Orang yang bijak akan mengabaikan hinaan karena mereka mengetahui pandangan Tuhan dibalik penciptaan diri mereka. Jika mau lebih positif, pakailah hinaan itu sebagai alat untuk memotivasi kita agar bisa lebih baik lagi. Jadikan cambuk bukan untuk menyakiti diri sendiri, tetapi pakailah untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan kita. Sulit memang, namun dengan menyelaraskan pandangan kita dengan cara pandang Tuhan, niscaya kita akan mampu melakukannya.
"Bila kefasikan datang, datanglah juga penghinaan dan cela disertai cemooh." (Amsal 18:3). Disini Salomo mengingatkan bahwa hinaan itu biasanya datang dari dosa. Dalam bahasa Inggris dikatakan "When the wicked comes in (to the depth of evil), he becomes a contemptuous despiser". Lebih lanjut dikatakan bahwa hanya orang-orang yang tidak berakal budilah yang menghina sesamanya. (Amsal 11:12). Orang-orang seperti ini dikatakan tidak akan luput dari hukuman karena apa yang mereka lakukan sebenarnya sama saja dengan menghina Penciptanya. (Amsal 17:5). Daripada membiarkan hinaan itu menghancurkan diri kita, lebih baik kita anggap itu sebagai sebuah alat yang bisa membuat kita lebih baik lagi kedepannya.
Dan doakanlah mereka yang mengejek itu agar bisa bertobat dan diampuni Tuhan. Kita tidak bisa menghindari hinaan dan ejekan, namun selama apa yang kita perbuat itu telah kita lakukan dengan sungguh-sungguh dan sesuai dengan firman Tuhan, yakinlah bahwa Tuhan pasti sangat menghargainya. Kita tidak perlu berkecil hati, karena bukan apa kata manusia yang penting, tapi apa kata Tuhan, itulah yang terpenting.
0 komentar:
Posting Komentar